Tanggapan Reflektif 1.1.a.4. Eksplorasi Konsep - Modul 1.1, Catatan hati saja sedang belajar

 

Tanggapan Reflektif

Setelah melakukan refleksi  diri terhadap perjalanan Pendidikan Indonesia sebelum Kemerdekaan dan membandingkannya dengan kondisi pendidikan saat ini pada konteks sekolah saya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disajikan.. 

Dalam memahami secara garis besar pemikiran (filosofi pendidikan) Ki Hadjar Dewantara (KHD). Saya  sudah mengakses materi dalam bentuk video dengan judul Pendidikan Zaman Kolonial, selanjutnya Anda akan mengakses materi berupa 3 tulisan Ki Hadjar Dewantara untuk memahami pemikiran-pemikiran filosofis     pendidikan KHD pada halaman berikutnya.

1. Kerangka pemikiran KHD

Saya belajar  untuk memahami secara garis besar pemikiran (filosofi pendidikan) Ki Hadjar Dewantara (KHD) silakan cermati 2 tulisan Ki Hadjar Dewantara (untuk memahami pemikiran-pemikiran filosofi pendidikan KHD). 

Berikut Bacaan Kerangka Pemikiran KHD, bersumber dari Modul 1.1. PGP
 
1. Arti dan Masksud Pendidikan 
Kata ‘Pendidikan’ dan ‘Pengajaran’ itu seringkali dipakai bersama-sama. Sebenarnya gabungan kedua kata itu dapat mengeruhkan pengertiannya yang asli. 
 ‘pengajaran’ (onderwijs) itu merupakan salah satu bagian dari pendidikan. 
Maksudnya, pengajaran itu tidak lain adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. 
Dalam arti khususnya, pendidikan mempunyai beragam jenis pengertian. Bisa dikatakan bahwa tiap-tiap aliran hidup, baik aliran agama maupun aliran kemasyarakatan mempunyai maksud yang berbeda. Tidak hanya maksud dan tujuannya yang berbeda-beda, cara mendidiknya juga tidak sama. 

Menurut pengertian umum, berdasarkan apa yang dapat kita saksikan dalam beragam jenis pendidikan itu, pendidikan diartikan sebagai ‘tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak’. Maksud Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

2. Hanya Tuntunan dalam Hidup 
Pertama kali harus diingat, bahwa pendidikan itu hanya suatu ‘tuntunan’ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. 
Artinya, bahwa hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda.


3. Perlukah Tuntunan Pendidikan itu? 

Meskipun pendidikan itu hanya ‘tuntunan’ saja di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, tetapi perlu juga Pendidikan itu berhubungan dengan kodrat keadaan dan keadaannya setiap anak. 

Andaikata anak tidak baik dasarnya, tentu anak tersebut perlu mendapatkan tuntunan agar semakin baik budi pekertinya. Anak yang dasar jiwanya tidak baik dan juga tidak mendapat tuntunan pendidikan, tentu akan mudah menjadi orang jahat. Anak yang sudah baik dasarnya juga masih memerlukan tuntunan. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan mendapatkan kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan tetapi dengan adanya tuntunan itu ia dapat terlepas dari segala macam pengaruh jahat.

4. Dasar Jiwa Anak dan Kekuasaan Pendidikan 
Yang dimaksud dengan istilah ‘dasar-jiwa’ yaitu keadaan jiwa yang asli menurut kodratnya sendiri dan belum dipengaruhi oleh keadaan di luar diri. 
Dengan kata lain, keadaan jiwa yang dibawa oleh anak ketika lahir di dunia. Mengenai dasar jiwa yang dimiliki anak-anak itu, terdapat tiga aliran yang berhubungan dengan soal daya Pendidikan. 

5. Tabiat yang Dapat dan yang Tidak Dapat Berubah 
Menurut convergentie-theorie, watak manusia itu dibagi menjadi dua bagian. 
Pertama, dinamakan bagian yang intelligible, yakni bagian yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau pikiran (intelek) serta dapat berubah menurut pengaruh pendidikan atau keadaan. 

Kedua, dinamakan bagian yang biologis, yakni bagian yang berhubungan dengan dasar hidup manusia (bios = hidup) dan yang dikatakan tidak dapat berubah lagi selama hidup. Yang disebut intelligible yang dapat berubah karena pengaruh misalnya kelemahan pikiran, kebodohan, kurang baiknya pemandangan, kurang cepatnya berpikir dan sebagainya. 

6. Perlunya Menguasai Diri dalam Pendidikan 
Budi Pekerti Watak bologis dan tidak dapat lenyap dari jiwa manusia sangat banyak contohnya. 
Kita juga dapat melihat dalam kehidupan setiap manusia. Misalnya, orang yang karena pendidikannya, keadaan dan pengaruh lainnya, seharusnya berbudi dermawan. Namun demikian, jika ia memang mempunyai dasar watak kikir atau pelit, maka ia kan selalu keliatan kikir, walaupun orang tersebut tahu akan kewajibannya sebagai dermawan terhadap fakir miskin (ini pengaruh pendidikannnya yang baik).  Semasa ia tidak sempat berpikir, tentulah tabiat kikir orang tersebut itu akan selalu kelihatan. Setidak-tidaknya kedermawanan orang itu akan berbeda dengan orang yang memang berdasar watak dermawan. Janganlah pendidik itu berputus asa karana menganggap tabiattabiat yang biologis (hidup perasaan) itu tidak dapat dilenyapkan sama sekali. 

7. Jenis-Jenis Budi Pekerti 
Setelah kita mengetahui bahwa budi pekerti seseorang itu dapat mewujudkan sifat kebatinan seseorang dengan pasti dan tetap, kita juga harus mengetahui pula bahwa tida ada dua budi pekerti orang yang sama. 

Prof. Dr. Heymans, guru besar Universitas Groningen, yang sudah mengadakan penyelidikan disertai percobaan dan ditetapkan adanya 8 jenis budi pekerti orang. Ada pula yang membagi budi pekerti menjadi beberapa jenis berdasarkan hasrat seseorang. Jadi, bukan pembagian analytis, akan tetapi pembagian secara global dan etis (etis = menurut rasa adab). 

Adapun Prof. Spranger membagi budi pekerti menjadi 6 jenis, yakni bersandar pada Hasrat orang pada: 1. Kekuasaan (machtsmensch), 2. Agama (religious mench), 3. Keindahan (kunstmensch), 4. Kegunaan atau faedah (nutsmensch atau econimisch mensch), 5. Pengetahuan atau kenyataan (wetenschaps) dan 6. Menolong mendermakan atau mengabdi (sociale mensch). 

 8. Naluri Pendidikan  
 Naluri atau instinct disebabkan pula oleh adanya naluri yang pokok (oerinstinct), yang bertujuan agar terwujudnya keberlangsungan keturunan (ngudhi-tuwuh), behoud van de sort). Pendidikan yang dilakukan oleh setiap orang terhadap anak-anaknya, pada umumnya hanya berdasarkan pada cara-kebiasaan (taditie, sleur) dan seringkali dipengaruhi oleh perasaan yang berganti-ganti dari si pendidik. 

Dengan kata lain, tidak dengan ‘keinsyafan’ dan tidak tetap. Jika terdapat keinsyafan, maka keinsyafan itu hanya berdasar atas ‘perkiraan’ atau ‘rabaan’ belaka, yakni tida berdasarkan pengetahuan. Andaikata ada dasar pengetahuan yang berasal dari ‘pengalaman’, sehingga hal ini berarti kurang luar (eenzijdig). 

9. Syarat-Syarat Pengetahuan 
Pendidikan yang teratur yaitu pendidikan yang berdasarkan pada pengetahuan, yang dinamakan “Ilmu Pendidikan”. 

Ilmu ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi masih berhubungan ilmu-ilmu lainnya, yang dinamakan ilmu syarat-syarat pendidikan (hulpwetenschappen), yang terbagi menjadi 5 jenis, yaitu: 1. Ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa, psychologie); 2. Ilmu hidup jasmani manusia (fysiologie); 3. Ilmu keadaan atau kesopanan (etika atau moral); 4. Ilmu keindahan atau ketertiban-lahir (estetika); 5. Ilmu tambo Pendidikan (ikhtisar cara-cara Pendidikan) 

10. Peralatan Pendidikan  
Peralatan Pendidikan Yang dimaksud dengan ‘peralatan’ adalah alat-alat pokok, yakni caracara mendidik. 
Perlu diketahui bahwa cara-cara mendidik beragam banyaknya, akan tetapi pada dasarnya cara tersebut dapat dibagi seperti berikut: 1. Memberi contoh (voorbeld); 2. Pembiasaan (pakulinan, gewoontervorming) 3. Pengajaran (wulang-wuruk, leering) 4. Perintah, paksaan dan hukuman (regearing en tucht); 5. Tindakan (laku, zelfberheersching, zelfdiscipline); 6. Pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving). 

Cara-cara tersebut tidak perlu dilakukan semuanya, bahkan ada kaum pendidik yang tidak sepakat dengan salah satu cara. Misalnya, para pendidik dari pihak vrije opvoeding (Pendidikan bebas), tidak suka memakai alat nomor 4 (perintah, paksaan, hukuman). Seringkali pendidik menggunakan salah satu cara saja dan pada umumnya disesuaikan dengan keadaankeadaan tertentu, misalnya disesuaikan dengan umur anak-anak didik. 

11. Hubungan dengan Umur 
Untuk keperluan Pendidikan, umur anak didik dibagi menjadi 3 masa, masing-masing dari 7 atau 8 tahun (1 windu): 
a) waktu pertama (1-7 tahun) dinamakan masa kanak-kanak (kinderperiode); 
b) waktu kedua (7-14 tahun), yakni masa pertumbuhan jiwa pikiran (intillectueele periode); dan 
c) masa 10 ketiga (14-21 tahun) dinamakan masa terbentuknya budi pekerti (sociale periode). 

Apabila alat-alat atau cara-cara Pendidikan di atas dihubungkan dengan umur anak-anak, maka berikut dapat disajikan penggunaan cara sesuai dengan umur tersebut: 
a) Masa kanak-kanak: cara no.1 dan no.2; 
b) Masa ke-2: cara no. 3 dan no. 4; 
c) Masa ke-3: cara no. 5 dan no.6.

Reflektifnya,  Pendidikan  itu harus memerhatikan  11 point di atas agar dapat terpenuhi dan terwujud.

Komentar